Berdasarkan prinsip desentralisasi
dan otonomi daerah, Desa atau yang disebut dengan nama lain diberi kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal
usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peraturan Desa dibentuk dalam rangka
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, dengan demikian maka Peraturan Desa harus
merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, serta harus memperhatikan kondisi sosial
budaya masyarakat desa setempat, dalam upaya mencapai tujuan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan masyarakat jangka panjang, menengah dan jangka
pendek.
Peraturan Desa dibentuk berdasarkan
pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik (Pasal 2
Permendagri No 29 Tahun 2006), meliputi :
a.
kejelasan tujuan;
b.
kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
c.
kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
d.
dapat dilaksanakan;
e.
kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f.
kejelasan rumusan, dan
g.
keterbukaan.
B. MATERI MUATAN PERATURAN DESA
1.
Materi muatan Peraturan Desa adalah seluruh materi
muatan dalam rangka penyelengaraan Pemerintahan Desa, pembangunan desa, dan
pemberdayaan masyarakat;
2.
Materi muatan Peraturan Kepala Desa adalah penjabaran
pelaksaan Peraturan Desa yang bersifat pengaturan;
3.
Materi muatan Keputusan Kepala Desa adalah penjabaran
pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang bersifat penetapan;
4.
Materi muatan Peraturan Desa dapat memuat
masalah-masalah yang berkembang di desa;
5.
Materi Peraturan Desa tidak boleh mengatur urusan
pemerintahan yang belum diserahkan oleh Kabupaten/kota kepada Desa, dan tidak
boleh bertentangan dengan :
a.
Kepentingan Umum;
b.
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya.
C. JENIS PERATURAN DESA
Peraturan Desa yang wajib dibentuk
berdasarkan PP No. 72 Tahun 2005 adalah sebagai berikut :
1.
Peraturan Desa tentang Pembentukan Dusun (atau sebutan
lain) (Pasal 3);
2.
Peraturan Desa tentang susunan organisasi dan tata
kerja pemerintahan desa (Pasal 12 ayat (5));
3.
Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa (Pasal 73 ayat (3));
4.
Peraturan Desa tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa (RPJMD) (Pasal 64 ayat (2));
5.
Peraturan Desa tentang Pengelolaan Keuangan Desa (Psal
76);
6.
Peraturan Desa tentang Pembentukan Badan Usaha Milik
Desa (Pasal 78 ayat (2), apabila Pemerintah Desa membentuk BUMD;
7.
Peraturan Desa tentang Pembentukan Badan Kerja Sama
(Pasal 82 ayat (2));
8.
Peraturan Desa tentang Pembentukan Lembaga
Kemasyarakatan (Pasal 89 ayat (2)).
D. MEKANISME PERSIAPAN, PEMBAHASAN, PENGESAHAN DAN
PENETAPAN PERATURAN DESA
1.
Rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah
Desa dan dapat berasal dari usul BPD;
2.
Masyarakat dan Lembaga Kemasyarakat, berhak memberikan
masukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan materi Peraturan Desa, baik
secara tertulis maupun lisan terhadap Rancangan Peraturan Desa dan dapat
dilakukan dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Desa;
3.
Rancangan Peraturan Desa dibahas secara bersama oleh
Pemerintah Desa dan BPD;
4.
Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari Pemerintah
Desa, dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama BPD;
5.
Rancangan Peraturan Desa yang telah disetujui bersama
oleh Kepala Desa dan BPD selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak tanggal
persetujuan bersama, disampaikan oleh Pimpinan BPD kepada Kepala Desa untuk
ditetapkan menjadi Peraturan Desa, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
diterimanya Rancangan Peraturan Desa tersebut;
6.
Peraturan Desa wajib mencantumkan batas waktu
penetapan pelaksanaan;
7.
Peraturan Desa sejak ditetapkan, dinyatakan mulai
berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, kecuali ditentukan lain di
dalam Peraturan Desa tersebut, dan tidak boleh berlaku surut;
8.
Peraturan Desa yang telah ditetapkan, disampaikan oleh
Kepala Desa kepada Camat sebagai bahan pembinaan dan pengawasan paling lambat 7
(tujuh) hari setelah ditetapkan;
9.
Khusus Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, dan penataan ruang, yang telah disetujui
bersama dengan BPD.
E. SIDANG/RAPAT PEMBAHASAN DAN PENETAPAN PERATURAN DESA
a.
Naskah Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari
Pemerintah Desa, disampaikan kepada para anggota BPD selambat-lambatnya 3 (tiga)
hari atau tiga kali 24 jam sebelum Rapat Pembahasan;
b.
Naskah Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari BPD,
disampaikan kepada Pemerintah Desa selambat-lambatnya 3 (tiga) hari atau tiga
kali 24 jam sebelum Rapat Pembahasan;
c.
Pemerintah Desa dan BPD mengadakan rapat pembahasan
yang harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota BPD dan
rapat dianggap tidak sah apabila jumlah anggota BPD yang hadir kurang dari
ketentuan tersebut;
d.
Apabila rapat BPD dinyatakan tidak sah, Kepala Desa
dan Ketua BPD menentukan waktu untuk mengadakan rapat berikutnyadengan meminta
persetujuan Camat selambat-lambatnya 3 hari setelah rapat pertama;
e.
Rapat pembahasan Rancangan Peraturan Desa dapat
dihadiri oleh lembaga kemasyarakatan dan pihak-pihak terkait sebagai peninjau;
f.
Pengambilan keputusan dalam persetujuan Rancangan
Peraturan Desa dilaksanakan melalui musyawarah mufakat;
g.
Apabila dalam musyawarah mufakat tidak mendapatkan
kesepakatan yang bulat, dapat diambil voting berdasarkan suara terbanyak;
h.
Persetujuan terhadap Rancangan Peraturan Desa menjadi
Peraturan Desa dituangkan dalam Berita Acara Rapat Pembahasan Rancangan
Peraturan Desa;
i.
Rancangan Peraturan Desa telah disetujui bersama
tersebut, disampaikan oleh Pimpinan BPD paling lambat 7 (tujuh) hari kepada
Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa;
j.
Kepala Desa wajib menetapkan Rancangan Peraturan Desa
tersebut, dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tersebut;
k.
Peraturan
Desa dimuat dalam Berita Daerah oleh Sekretaris Daerah dan disebarluaskan oleh
Pemerintah Desa (Pasal 60 PP No. 72 Tahun 2005);
l.
Proses jalannya sidang/rapat.
F. TEKNIK PENYUSUNAN
Kerangka struktur Peraturan Desa, Peraturan Kepala
Desa dan Keputusan Kepala Desa terdiri dari :
1.
Penamaan / Judul
2.
Pembukaan
3.
Batang Tubuh
4.
Penutup
5.
Lampiran (jika diperlukan)
PERATURAN DESA
1.
Penamaan / Judul
a.
Setiap Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan
Keputusan Kepala Desa mempunyai penamaan/judul;
b.
Penamaan/judul Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa
dan Keputusan Kepala Desa memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun
pengundangan atau penetapan dan nama Peraturan Desa;
c.
Nama Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan
Keputusan Kepala Desa dibuat secara singkat dan mencerminkan isi Peraturan
Desa;
d.
Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang
diletakkan di tengah margin tanpa diakhiri tanda baca.
2.
Pembukaan
Pembukaan pada Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa
dan Keputusan Kepala Desa terdiri dari :
a.
Frasa “Dengan Rakhmat Tuhan Yang Maha Esa”
b.
Jabatan pembentuk Peraturan Desa;
c.
Konsideran;
d.
Dasar Hukum;
e.
Frasa “Dengan persetujuan bersama Badan
Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa” (khusus untuk Peraturan Desa);
f.
Memutuskan, dan
g.
Menetapkan.
3.
Batang Tubuh
a.
Peraturan Desa
1.
Batang tubuh Peraturan Desa
a.
Ketentuan Umum;
b.
Materi yang diatur;
c.
Ketentuan Peralihan;
d.
Ketentuan Penutup.
2.
Pengelompokkan materi
a.
Bab dengan pasal-pasal, tanpa bagian dan paragraf;
b.
Bab dengan bagian dan pasal-pasal tanpa paragraf;
c.
Bab dengan bagian dan paragraf yang terdiri dari
pasal-pasal.
3.
Tata cara penulisan
a.
Bab diberi nomor urut dengan angka Romawi dan Judul
Bab semua ditulis dengan huruf kapital;
b.
Bagian diberi nomor urut dengan bilangan yang ditulis
dengan huruf kapital dan diberi judul. Huruf awal kata Bagian, urutan bilangan,
dan judul Bagian ditulis dengan huruf kapital, kecuali huruf awal dari kata
partikel yang tidak terletak pada awal frasa;
c.
Paragraf diberi nomor urut dengan angka arab dan diberi
judul. Huruf awal dalam judul paragraf, dan huruf awal judul paragraf ditulis
dengan huruf kapital, sedangkan huruf lainnya setelah huruf pertama ditulis
dengan huruf kecil.
d.
Pasal adalah satuan aturan yang memuat satu norma dan
dirumuskan dalam satu kalimat. Materi Peraturan Desa lebih baik dirumuskan
dalam banyak pasal yang singkat dan jelas daripada dalam beberapa pasal yang
panjang dan memuat beberapa ayat, kecuali jika materi yang menjadi isi pasal
itu merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Pasal diberi nomor
urut dengan angka arab, dan huruf awal kata pasal ditulis dengan huruf kapital;
e.
Ayat adalah merupakan rincian dari pasal, penulisannya
diberi nomor urut dengan angka arab di antara tanda baca kurung () tanpa diakhiri
tanda baca. Satu ayat hanya mengatur satu hal dan dirumuskan dalam satu
kalimat.
b.
Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa
1.
Peraturan Kepala Desa merupakan peraturan yang
bersifat Mengatur (Tegelling).
a.
Batang tubuh Peraturan Kepala Desa memuat semua materi
yang dirumuskan dalam pasal-pasal;
b.
Pengelompokkan dalam batang tubuh;
c.
Materi muatan Peraturan Kepala Desa merupakan
pelaksanaan dari Peraturan Desa;
d.
Tata cara perumusan dan penulisan materi muatan batang
tubuh Peraturan Kepala Desa, sama halnya dengan tata cara perumusan dan
penulisan materi muatan Peraturan Desa.
2.
Keputusan Kepala Desa merupakan keputusan yang
bersifat Penetapan (Beschiking)
a.
Batang tubuh Keputusan Kepala Desa memuat semua materi
muatan keputusan yang dirumuskan dalam dictum-diktum;
b.
Pengelompokan dalam batang tubuh terdiri atas materi
yang akan diatur;
c.
Diktum terakhir menyatakan Keputusan mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
4.
Penutup
a.
Rumusan tempat dan tanggal penetapan, diletakkan di
sebelah kanan;
b.
Nama jabatan ditulis dengan huruf capital, dan pada
akhir kata diberi tanda baca koma (,);
c.
Nama lengkap pejabat yang menandatangani, ditulis dengan
huruf kapital tanpa gelar dan pangkat;
d.
Penetapan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau
Keputusan Kepala Desa ditandatangani oleh Kepala Desa.
5.
Penjelasan
a.
Pembuat Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau
Keputusan Kepala Desa agar tidak menyandarkan argumentasi pada penjelasan,
tetapi harus berusaha membuat Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau
Keputusan Kepala Desa yang dapat meniadakan keragu-raguan dalam interpretasi;
b.
Naskah penjelasan disusun (dibuat) bersama-sama dengan
Rancangan Peraturan Desa atau Peraturan Kepala Desa yang bersangkutan;
c.
Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran suatu materi
tertentu;
d.
Penjelasan tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum
untuk membuat peraturan lain;
e.
Judul penjelasan sama dengan judul Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang bersangkutan;
f.
Penjelasan terdiri atas penjelasan umum dan penjelasan
pasal yang pembagiannya dirinci dengan angka romawi;
g.
Penjelasan umum memuat urutan sistematis mengenai latar
belakang pemikiran, maksud dan tujuan penyusunan serta pokok-pokok atau azas
yang dibuat dalam Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala
Desa;
h.
Bagian-bagian dari penjelasan umum dapat diberi nomor
dengan angka arab, jika hal itu lebih memberikan kejelasan;
i.
Tidak boleh bertentangan dengan apa yang diatur dalam
materi Peraturan Desa, atau Peraturan Kepala Desa;
j.
Tidak boleh memperluas atau menambah norma yang sudah
ada dalam batang tubuh;
k.
Tidak boleh sekedar pengulangan semata-mata dari
materi Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa;
l.
Tidak boleh memuat istilah atau pengertian yang sudah
dimuat dalam ketentuan umum;
m. Pasal-pasal
yang tidak memerlukan penjelasan, diberi keterangan cukup jelas.
PENUTUP
Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan
yang dibuat oleh Badan Permusyawaratan Desa bersama Kepala Desa (Ketentuan Umum
Pasal 1 angka 14 Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005), dan Kepala Desa
menyusun peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Kepala Desa dan Keputusan
Kepala Desa.
Dengan demikian maka Peraturan Desa harus merupakan
penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan
tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, serta harus memperhatikan kondisi sosial
budaya masyarakat desa setempat, dalam upaya mencapai tujuan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan masyarakat jangka panjang, menengah dan jangka
pendek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar